Diskorsing dan DO Teknokrat, Mahasiswa Menangkan Gugatan di Mahkamah Agung

Tiga mahasiswa yang ajukan gugatan ke MA/RMOLLampung
Tiga mahasiswa yang ajukan gugatan ke MA/RMOLLampung

Mahkamah Agung (MA) mengabulkan seluruhnya permohonan kasasi yang diajukan mahasiswa Universitas Teknokrat Indonesia (UTI) atas nama Ahma Mu'fatus Sifa'i dengan nomor perkara Nomor 325 K/TUN/2022.


Putusan MA itu membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Medan Nomor 262/B/2021/PT.TUN.MDN, tanggal 3 Februari 2022, yang menguatkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Bandar Lampung Nomor 24/G/2021/PTUN.BL, tanggal 13 Oktober 2021.

Poin lainnya dalam putusan tersebut adalah menyatakan batal objek sengketa Surat Keputusan Rektor UTI Nomor 005/UTI/B.3.3/II/2021, tertanggal 22 Februari 2021, tentang Pemberian Skorsing Mahasiswa Program Studi S1 Teknik Sipil Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer UTI. 

Kemudian, mewajibkan tergugat untuk mencabut Keputusan Rektor UTI Nomor 005/UTI/B.3.3/II/2021, tertanggal 22 Februari 2021, tentang Pemberian Skorsing Mahasiswa Program Studi S1 Teknik Sipil Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer UTI;

Selanjutnya, mengembalikan Penggugat pada kedudukan semula sebagai mahasiswa UTI dan menghukum Termohon Kasasi membayar biaya perkara pada semua tingkat pengadilan, yang pada tingkat kasasi ditetapkan sejumlah Rp500 ribu. 

Direktur LBH Bandar Lampung Sumaindra Jarwadi mengatakan, pihaknya menerima amar putusan kasasi yang diajukan April 2022 itu, Kamis 28 Juli 2022.

"Putusan Kasasi ini telah menjawab Putusan pada pengadilan tingkat pertama dan banding yang sebelumnya menolak gugatan para mahasiswa," kata dia. 

Menurutnya, Hakim pada Pengadilan Tata Usaha Negara pada tingkat pertama dan banding telah salah dalam menerapkan hukum dan tidak berpihak pada perjuangan mahasiswa terhadap hak atas pendidikan. 

Sumainda melanjutkan, putusan ini adalah buah dari perjuangan panjang mahasiswa yang menjemput keadilan melalui mekanisme konstitusional seorang warga negara yang telah terlanggar haknya. 

Selain hak atas pendidikan yang telah direnggut oleh pihak kampus, tudingan atau stigma radikal dan ekstrimis merupakan sebuah kejahatan terhadap keperdataan seseorang. 

"Karena ketika seseorang yang dituding bersalah hanya karena prasangka atau diasosiasikan terhadap suatu kejahatan atau tindak pidana tanpa proses peradilan yang adil tentu sangat merugikan," katanya. 

Terlebih, lanjutnya, setidaknya hampir dua tahun, mahasiswa harus berjuang menuntut keadilan sembari menyusun harapan untuk masa depan dengan terpaksa melanjutkan kuliahnya di kampus lain yang bahkan itupun mereka sempat di persulit oleh pihak kampus. 

"Kerugian yang diderita oleh mahasiswa selain materil tentu terdapat kerugian imateril yg juga tidak dapat dinilai," sambungnya. 

Saat ini, lanjutnya, LBH Bandar Lampung masih menunggu Putusan Kasasi dari MA terkait dua mahasiswa yang juga melakukan gugatan terhadap penerbitan SK DO dan Skorsing Rektor UTI.