Episode 12 - Joened: Kursi Sudah Dijual 350 Miliar


HARI berganti minggu, dus berganti bulan. Hingga membulat jadi tahun. Satu tahun sudah, Van Joened merasakan kursi De Gouverneur.

Ngapain aja selama satu tahun?  Banyak hal yang sudah dilakukan. Utamanya untuk menunjukkan eksistensi kekuasaannya. Tak ada yang lain. Sebab, Joened sadar, kursi De Gouverneur yang didudukinya, buah kerja politik uang Mbak Pur. Tapi, dia merasa sudah jadi penentu seluruh kehidupan dan penghidupan rakyat di Provinsi Pabrik Permen (PPP).

Guna menunjukkan di depan publik, peran media massa menjadi penting. Joened perlu mengkooptasi media massa. Ada yang manut kucrut, ada juga yang manggut. Menciptakan hubungan timbal balik. Kebetulan, saat ini Ketua WRC (wartawan rangkap calo) dijabat Alficis. Memiliki kelakuan serupa. Simbiosis mutualistis.

Puncaknya, Van Joened menerima penghargaan busuk dari WRC. Tak tanggung-tanggung. Mengaku sebagai inisiator Kartu Sulap Petani (KSP) yang membuat (katanya) petani jadi sejahtera. Padahal, ribuan petani menjerit. Terkaing-kaing. Pupuk, selain langka, harganya menyentuh langit. Mahal. Sementara, nilai jual hasil pertanian, mulai dari singkong, padi, sangat tidak sebanding dengan modal yang dikeluarkan petani. Amblas.

Sebenarnya, sejak awal, Joened memang memburu berbagai penghargaan dari banyak lembaga. Mulai dari yang tak jelas, hingga yang sedikit jelas. Parameternya. Namun publik sudah mengerti. Belum ada bermanfaat yang dirasakan rakyat, sejak Van Joened jadi De Gouverneur. Melulu keuntungan hanya untuk kepentingan keluarga, dan kelompok Raja Olah yang dibinanya.

Janji-janji yang tertuang dalam visi dan misi De Gouverneur, bak menulis di bibir pantai. Tersapu sirna, ketika ombak tepian menyapa. Tidak ada yang konkrit. Bila pun ada, tak lebih dari ceremonial hampa. Demam panggung dengan kekuasaan. Pencitraan belaka.

Simak saja jumlah rakyat yang terinfeksi Covid-19. Juga jumlah nyawa rakyat yang melayang di PPP. Mengerikan. Paling tidak becus diantara seluruh provinsi di pulau yang sama.

Bisa jadi, karena sejak lima bulan lalu, Van Joened sudah tidak menjadi De Gouverneur riil. Hanya De Jure. Sebatas menjalankan protokoler belaka. Kursi De Gouverneur sudah dijual. Rp350 miliar.

Nasi sudah menjadi kerak. Dalam politik, Van Joened yang juga ketua partai. Gagal total. Tak ada kepala daerah yang benar-benar didukung. Kalaupun ada yang berhasil, semata perjuangan pribadi para calon. Partai hanya mengklaim. Itupun kalau berhasil.

Kegagalan yang demikian, sebenarnya, lumrah saja. Untuk menjadikan istrinya, Rina Saritem saja, tak mampu. Kursi ketua persatuan kelapa muda,dibabat Ninik, wakilnya.

Padahal, Van Joened memiliki rencana jauh ke depan. Bila Rina Saritem duduk sebagai ketua persatuan kelapa muda, atribut yang melekat kian banyak. Joened ingin mendesain istrinya, mirip dengan istri Herwan Haikal. Menjadi walikota.

Ketua persatuan kelapa muda, sangat strategis untuk menjajakan diri di kalangan milenial. Ini merupakan pintu masuk untuk langkah selanjutnya. Rina Saritem akan diproyeksikan sebagai wakil gubernur, di periode mendatang.

Langkah itu begitu nyata. Politik kampungan. Wajah Rina Saritem diperintahkan agar dipasang disemua kegiatan dinas-dinas. Termasuk di BUMD dan UPT. Tak sebatas itu, kegiatan-kegiatan Rina Saritem pun, dana operasionalnya harus ditanggung para kepala dinas, direktur BUMD, dan kepala UPT.

Atas dasar itu pula, Ninik mengadu ke Mbak Pur. “Libas habis. Jangan beri kesempatan. Tidak tau diri tu orang.” Begitu perintah Mbak Pur.

Kandaslah cita-cita Van Joened untuk menempatkan istrinya di kursi Ketua persatuan kelapa muda. Dendam. Ninik disabot habis. Tak diberi ruang untuk tampil. Apalagi tampil di rumah wakil rakyat. Yang heboh oleh  Sujud Syukur.

Memasuki tahun 2021, kembali Joened sibuk mengevaluasi perangkat kelengkapan pegawai. Satu persatu kepala dinas yang tak mengerti ilmu Raja Olahnya, diganti. “Gua yang jadi de goevernuer. Kepala dinas sampai eselon III, gua yang menentukan. Kalian fungsinya mengolah info dan picis saja. Sesuaikan dengan selera gua,” sergah De Gouverneur.

Khusus kepala dinas sehat, tak ada yang boleh mengutak-atik. Bukan apa-apa, mulai dari tas tangan, hingga beragam aksesories (cincin, jam tangan, anting, hingga pakaian) yang dipakai Rina Saritem, adalah buah karya bapak Rey Anna, sang kepala dinas.

Menelisik sepak terjang Joened, bagi yang tau, terasa geli. Berbohong ciri orang tidak percaya diri. Tak mampu menghadapi kenyataan.

Itulah nasib. Duduk di kursi De Gouverneur, tanpa kapasitas dan kapabilitas. Apalagi integritas. Melulu karena kemampuan sebagai Raja Olah. Suka tidak suka, perlu diakui, itulah takdir Van Joened Si Raja Olah.

Tak pernah berhenti. Joened terus menata mesin olahnya. Kini hanya . Aliong Kayu, Vifa, dan Laba yang dipercaya komitmennya oleh Joened. Lainnya, tersingkir menelan janji-janji. “Sabar..” itu ciri khasnya.