Forum Pengada Layanan (FPL) yang beranggotakan 115 lembaga layanan termasuk Lembaga Advokasi Perempuan Damar mendesak DPR untuk melakukan perbaikan substansi draf RUU TPKS yang belum mengakomodir semua elemen kunci.
- Waisak 2022, Umat Buddha Diajak Merenungi Perjuangan Guru Agung Siddharta
- PMK Mewabah, MUI Lampung Ingatkan Lebih Teliti Pilih Hewan Kurban
- Satgas TMMD Jalin Komunikasi Sosial dengan Warga Pesisir Barat
Baca Juga
Elemen kunci diantaranya memasukan lima bentuk kekerasan seksual mulai dari perkosaan, pemaksaan aborsi, pemaksaan pelacuran, perbudakan seksual, dan pemaksaan perkawinan sebagai bentuk kekerasan seksual, serta menghilangkan pasal asas iman, takwa dan akhlak mulia karena tidak sesuai dengan asas pembentukan peraturan perundang-undangan dalam UU No.12 Tahun 2011.
Direktur Lembaga Advokasi Perempuan Damar Lampung, Ana Yunita Pratiwi mengatakan FPL juga mendesak DPR dan pemerintah melakukan pembahasan secara terbuka dan harus memastikan pelibatan masyarakat, korban/penyintas dan pendamping di setiap tahapan pembahasan.
"Kami mendesak DPR untuk mengkonsolidasikan kebutuhan semua pihak, khususnya korban agar RUU TPKS yang dihasilkan komprehensif dan mampu memenuhi rasa keadilan bagi korban," kata Ana, Selasa (18/1).
Lanjutnya, FPL meminta pimpinan DPR RI, pimpinan partai politik serta ketua fraksi DPR RI terus mengawal proses pembahasan RUU TPKS, sehingga tujuan RUU untuk menciptakan Indonesia yang bebas dari kekerasan seksual dapat terwujud.
"Kami mengajak masyarakat, korban/penyintas, pendamping dan media untuk terus mengawal substansi RUU TPKS yang mengakomodir 6 elemen kunci," ujarnya.
Walaupun begitu, FPL mengapresiasi komitmen DPR RI yang telah menetapkan secara resmi RUU TPKS menjadi hak inisiatif DPR.
"Kami mendorong DPR RI memiliki target minimal Juli 2022, Rakyat Indonesia sudah memiliki UU TPKS yang benar-benar melindungi korban," jelasnya.