Wacana penambahan masa jabatan kepala desa (kades) menjadi 9 tahun dikali 3 periode ditolak banyak pihak. Bahkan, ada yang menganggap rencana kebijakan itu membuat tata negara Indonesia menjadi berantakan.
- Bawaslu Lampung Masih Bahas Rancangan Anggaran Pilkada 2024
- Acara The Forum Indonesia Rising, Airlangga Beberkan Tanda Pemulihan Covid-19 Dan Ekonomi
- Tony Blak-Blakan Alasan Bawa Hasil Pilkada Lamsel Ke MK
Baca Juga
"Negara kita kian amburadul usai Apdesi (Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia) meminta jabatan kepala desa selama 27 tahun," ujar Direktur Political and Public Policy Studies (P3S), Jerry Massie dikutip Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (25/1).
Ia melihat, perkembangan wacana penambahan masa jabatan kades ini memang sudah dibantah Presiden Joko Widodo untuk bisa disetujuinya.
Tetapi dengan adanya gerakan sejumlah pihak lain yang mendukung realisasi kebijakan ini, pakar komunikasi politik America Global University ini memandang wajar jika publik mempertanyakan apa untung ruginya bagi rakyat jika jabatan kades menjadi 27 tahun.
"Pertanyaan saya sederhana apa di desa hanya ada kepala desa dan rakyatnya? Terus apa sudah minta masukan warga untuk menambah masa jabatan 27 tahun," katanya.
Oleh karena itu, Jerry meyakini suatu kemungkinan dari disetujuinya usulan Apdesi memperpanjang masa jabatan oleh lembaga pembentuk UU selain pemerintah, yakni DPR RI.
"Inilah kalau ada lembaga politis yang buta UU dan aturan. Pertanyaan saya siapa otak di balik rancangan sesat ini," demikian Jerry menambahkan.
- Tidak Ada Aksi "Jokowi End Game", BIN Minta Waspadai Konten Provokatif
- Dukung Vaksinasi Lansia, KILLCOVID-19 Luncurkan Program Home Care & Home Delivery
- Target Ikut Pemilu 2024, Said Iqbal Hidupkan Partai Buruh