Wacana penambahan masa jabatan kepala desa (kades) menjadi 9 tahun dikali 3 periode ditolak banyak pihak. Bahkan, ada yang menganggap rencana kebijakan itu membuat tata negara Indonesia menjadi berantakan.
- Info Pemilu KPU, Masyarakat Bisa Cek Dirinya Masuk Anggota Partai atau Tidak
- Penutupan Etalase Rokok di Minimarket Jakarta Didukung DPR RI
- Peta Koalisi Bubrah, Potensi Migrasi Dukung Ganjar
Baca Juga
"Negara kita kian amburadul usai Apdesi (Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia) meminta jabatan kepala desa selama 27 tahun," ujar Direktur Political and Public Policy Studies (P3S), Jerry Massie dikutip Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (25/1).
Ia melihat, perkembangan wacana penambahan masa jabatan kades ini memang sudah dibantah Presiden Joko Widodo untuk bisa disetujuinya.
Tetapi dengan adanya gerakan sejumlah pihak lain yang mendukung realisasi kebijakan ini, pakar komunikasi politik America Global University ini memandang wajar jika publik mempertanyakan apa untung ruginya bagi rakyat jika jabatan kades menjadi 27 tahun.
"Pertanyaan saya sederhana apa di desa hanya ada kepala desa dan rakyatnya? Terus apa sudah minta masukan warga untuk menambah masa jabatan 27 tahun," katanya.
Oleh karena itu, Jerry meyakini suatu kemungkinan dari disetujuinya usulan Apdesi memperpanjang masa jabatan oleh lembaga pembentuk UU selain pemerintah, yakni DPR RI.
"Inilah kalau ada lembaga politis yang buta UU dan aturan. Pertanyaan saya siapa otak di balik rancangan sesat ini," demikian Jerry menambahkan.
- 472 Calon Panwascam Bandar Lampung Bakal Tes CAT di UIN RIL Besok
- Darmawan Purba: Tarik Menarik Kepentingan Bikin Timsel Abaikan Keterwakilan Perempuan
- Calon Anggota DPD RI Dapil Lampung Harus Penuhi Minimal 3000 Suara