- bank bjb dan OJK Regional 2 Jabar Gelar SarasehanKeuangan Bersama Komunitas Difabel
- Bank Ramai-ramai Datangi bank bjb, Wacanakan Sinergi BPD se-Indonesia?
- Gandeng OJK, bank bjb Gelar Puncak Acara Bulan Inklusi Keuangan 2021
Baca Juga
Lahan dan Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Lampung adalah salah satu dari puluhan aset yang dilaporkan isteri mantan bupati Lampung Timur Satono ke Bareskrim Mabes Polri.
PN Tanjungkarang sudah mengeksekusi Kantor OJK yang berada di Pakis Kawat, Kota Bandarlampung bersamaan 66 aset lainnya terkait pailitnya BPR Tripanca milik Sugiarto Wiharjo alias Alay.
Menurut Amrullah dari Kantor Law SAC kepada RMOLampung, Rabu (26/8), kuasa hukum Rice Megawati, isteri Satono, lahan dan kantor yang disewa OJK Lampung itu objek sita jaminan yang sudah dieksekusi PN Tanjungkarang, 11 tahun lalu, 26 Mei 2009 .
Namun, lahan dan kantor bekas Gymnasium milik Alay tersebut justru jadi Kantor OJK Provinsi Lampung saat ini.
Deputi Direktur Pengawasan OJK Lampung Aprianus John Risnad, dalam group whatshapp Kabar Lampung, mengatakan OJK menyewa dari Ricky Yunnaraga, adik kandung Hardy Yunnaraga, mantan Kepala Bank Danamon regional Sumatera.
Aprianus John Risnad mengatakan jika ada penyimpangan atau pelanggaran hukum terkait aset yang digunakan OJK Lampung sebagaimana tertuang dalam perjanjian sewa merupakan tanggungjawab yang menyewakannya.
“Kami sangat menghormati proses hukum dan percaya aparat hukum akan bekerja dengan sangat profesional dalam menegakkan keadilan,” katanya.
Isteri mantan bupati Lampung Timur Satono melaporkan tujuh terduga penjualan puluhan asetnya ke Mabes Polri. Aset-aset itu rencana buat pengembalian Rp117 miliar APBD Lampung Timur.
Ketujuh orang yang dilaporkan Rice Megawati adalah Sopian Sitepu, Sumarsih, Sugiarto Wiharjo, Puncak Indera, Hengky Wijaya alias Engsit, Honggo Wijaya, dan Ricky Yunaraga.
"Sekitar dua minggu lalu, kami sudah mengadukannya ke Mabes Polri," ujar Amrullah advokat dari Kantor Law SAC kepada Kantor Berita RMOLLampung, Senin (24/8).
Menurut Amrullah, sebelum mengadukan penjualan aset-aset tersebut pihaknya sudah terlebih dahulu konsultasi dengan Tim II SPKT Bareskrim Mabes Polri.
Diceritakannya, masalah ini berawal dari tuduhan korupsi terhadap Satono atas penyimpanan dana APBD Lampung Timur ke BPR Tripanca Setiadana.
BPR Tripanca Setiadana gagal bayar (likuidasi) sehingga dana APBD Lampung Timur sebesar Rp106 miliar tidak dapat ditarik kembali oleh Satono.
Satono menggugat BPR Tripanca Setiadana ke PN Kelas I A Tanjungkarang. Ternyata, aset-aset tersebut telah diperjualbelikan Sopian Sitepu, Sumarsih, dan Sugiarto Wiharjo alias Alay.
Pengadilan akhirnya menetapkan sita eksekusi atas 100 bidang tanah Alay dalam akte perdamaian pada tanggal 26 Mei 2009.
M Marwan Djaja Putra dari pengadilan melakukan sita eksekusi pada 28 Mei 2009 sampai dengan 1 Juni 2009 terhadap 66 bidang tanah/obyek sita di Kota Bandarlampung.
Berdasarkan berita acara eksekusi itu, kuasa hukum Pemerintah Kabupaten Lampung Timur maupun pribadi Satono saat itu, Sopian Sitepu dan Sumarsih seharusnga mengajukan lelang sita eksekusi agar dananya bisa diserahkan kepada Satono.
Tapi, ternyata, kedua kuasa hukum ini tidak menyerahkan uang hasil sita eksekusi kepada Satono.
Terhitung 23 November 2009, surat kuasa kedua lawyer dicabut Satono, ujar Amrullah.
"Patut diduga terjadi malpraktek, pengacara penggugat sekaligus tergugat,” katanya.
Termasuk, mereka yang diduga telah membeli sejumlah aset-aset tersebut, yakni Puncak Indera, Hengky Wijaya alias Engsit, Honggo Wijaya, dan Ricky Yunaraga.
Berdasarkan bukti-bukti ini, pihaknya berharap Direktur Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri turun tangan memeriksa pihak terkait tersebut.
Dengan indikasi, tindak pidana penggelapan dalam jabatan sebagaimana yang diterangkan dalam Pasal 374 KUHPidana juncto Pasal 378 KUHPidana.
- bank bjb dan OJK Regional 2 Jabar Gelar SarasehanKeuangan Bersama Komunitas Difabel
- Bank Ramai-ramai Datangi bank bjb, Wacanakan Sinergi BPD se-Indonesia?
- Gandeng OJK, bank bjb Gelar Puncak Acara Bulan Inklusi Keuangan 2021