Resmen Kadapi, aktivis dan praktisi hukum, menilai KPU Kota Bandarlampung dan Bawaslu Lampung telah gagal memenuhi rasa keadilan masyarakat.
Terbukti, katanya, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan gugatan Paslon Eva-Dedi yang didiskualifikasi kedua lembaga penyelenggara pilkada tersebut.
Walau Paslon 03 itu memeroleh suara tertinggi, mereka didiskualifikasi Bawaslu-KPU karena dinilai curang secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
Menurut Resmen Kadapi, pembagian bansos Covid-19 oleh Wali Kota Herman HN dan keterlibatan aparatur pemerintah tidak serta merta menguntungkan Eva-Deddy.
Terlebih Paslon 02, Yusuf Kohar merupakan petahana, wakil wali Kota Bandarlampung hingga 17 Februari 2021. Seharusnya, dia yang memeroleh keuntungan adanya bansos.
Tiga Faktor
Dalam pandangan atau perkiraan Resmen Kadapi, ada tiga faktor sehingga MA mengabulkan gugatan pasangan Eva Dwiana-Deddy Amarullah.
Pertama, MA melihat putusan KPU Kota Bandarlampung yang menindaklanjuti putusan Majelis Pemeriksa Bawaslu yang tidak mempertimbangkan faktor sosiologis masyarakat.
Kedua, MA melihat putusan Bawaslu Lampung mengesampingkan rasa keadilan bagi pasangan Eva-Deddy.
Tiga, MA menilai penerapan hukum yang dilakukan oleh majelis pemeriksa melampaui kewenangan dan cacat formil dan matril.
"MA telah memeriksa dan mengadili secara cermat dengan mengedepankan rasa keadilan, sosiologis, antologis, dan keamaanan dalam proses demograsi," kata Resmen.
Menurut dia, putusan MA No. 1 P/PAP/2021 sudah bisa diprediksi jauh-jauh hari.
"Bawaslu Lampung memenangkan gugatan Yusuf-Tulus mungkin terburu buru atau lebih ke subjektivitas saja," katanya kepada Kantor Berita RMOLLampung, Rabu malam (27/1).
- Banyak Pintu Titip Mahasiswa, Kuasa Hukum Karomani Minta KPK Tetapkan Tersangka Baru
- Pemkot Bandar Lampung Berencana Beri Beasiswa Pendidikan untuk 1000 Siswa
- Walikota Eva Dwiana Kabarkan Satu Korban Pembacokan di Sukabumi Meninggal Dunia