Ramai ada kwitansi dana titipan Rp2 miliar dari Puncak Indra lewat Bey Sujarwo selalu Penasihat Hukum Sugiarto Wiharjo alias Alay untuk Bupati Lampung Timur M Dawam Rahardjo.
- 12 Jam Geledah Rektorat Unila, KPK Bawa 5 Koper dan Satu Dus Air Mineral
- Kajati Lampung Resmikan Kampung Restorative Justice "Khagom Mufakat" di Lamsel
- Pemeriksaan KONI Selesai, Kejati Jadwalkan Ekspos Hasil Audit Bareng BPKP
Baca Juga
Diduga, dana titipan itu terkait dengan penjualan aset yang konon milik Puncak Indra untuk mengangsur kerugian negara kasus Alay. Menurut Bey Sujarwo, hal itu adalah fitnah.
Sementara itu Penasihat Hukum mantan Bupati Lampung Timur Satono, Amrullah dari Law Firm SAC & Partners mengatakan terlepas dari ada atau tidaknya kwitansi gratifikasi yang beredar, pembayaran hukuman uang pengganti dengan menggunakan asset alay yang telah disita adalah bentuk tindak pidana baru.
"Pembayaran Hukuman uang pengganti Sugiarto Wihardjo harus dibayar dengan uang tunai dan bukan berasal dari melelang aset Sugiarto Wiharjo yang telah disita," kata Amrullah, Senin (30/1).
Menurut Amrullah, Satono Pemerintah Kabupaten Lamtim tgl 6 Januari 2020, selaku Pemohon Sita Eksekusi Lanjutan, seharusnya Sugiarto Wiharjo tidak dapat membayar Uang Hukuman Pengganti Putusan PidanaTipikor MA No.510 K/Pid.Sus/2014 tgl 21 Mei 2014.
Pasalnya, aset-aset yang diserahkan oleh Sugiarto Wihardjo tersebut telah disita eksekusi berdasarkan penetapan Sita Eksekusi 09/EKS/2009/PN.TK tgl 26 Mei 2009 yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (Inkrah Van gewisfde).
"Sehingga muklak objek sita berupa kompleks pergudangan di Jl. Yos Sudarso masuk dalam point no 87 penetapan adalah milik pemohon sita eksekusi yakni Pemkab Lampung Timur," jelasnya.
Sehingga penyerahan objek sita eksekusi penetapan No.09/Eks/2009/PN.Tk oleh Sugiarto Wihardjo kepada Pusat Pemulihan Asset Kejagung adalah suatu Tindak Pidana Penggelapan.
"Putusan Tipikor Sugiarto Wiharjo berbeda jauh dengan putusan perdata yang telah dimenangkan oleh almarhum Satono. Jadi harus dibedakan antara putusan perdata dengan Pidana," katanya.
Amrullah melanjutkan, sita eksekusi oleh pengadilan terhenti akibat adanya dualisme surat kuasa yang mana bupati Lampung Saiful Bokhari telah memberikan kuasa baru tertanggal 25 Juni 2020 sehingga Amrullah tidak dapat melanjutkan penyitaan atas 99 asset alay lainnya.
"Kami baru berhasil mendapatkan 1 objek sita eksekusi yang berlokasi di Sukanegara Lampung Selatan berdasarkan berita acara eksekusi no2/Pdt.P.Eks/2020/PN.Kla tgl 18 Mei 2020 oleh juru sita pengadilan Kalianda," sambungnya.
Masih lanjut Amrullah, Jaksa Agung dalam hal ini bisa terjebak dalam turut serta menggelapkan objek sita Penetapan 9/Eks/2009/PN TK tgl 26 Mei 2009 sehingga Pusat Pemulihan Asset Kejagung harus meninjau ulang lagi sita eksekusi atas gudang Alay karena tidak berdasarkan hukum.
"Di mana istilah sita eksekusi adalah istilah hukum perdata bedasarkan permohonan pemenang perkara perdata sedangkan sita rampasan adalah istilah yang dipergunakan untuk hukum pidana," kata dia.
Seharusnya, kata Amrullah, pusat pemulihan asset Kejagung bersama dirinya mendapatkan surat kuasa untuk melakukan sita eksekusi lanjutan. Sehingga permasalahan APBD Lamtim dan Dana LPS sebesar Rp300 miliar dapat diselamatkan.
- Polda Jabar Tangkap Pentolan GMBI
- Diduga Tersandung Gugatan Molornya Izin UKL-UPL, Kadis LH Lampung Mundur
- KPK Konfirmasi Alasan Herman HN Diperiksa Terkait Mahasiswa Titipan di Kedokteran Unila