Anggota Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Abdul Rachman Thaha mengkritisi rencana Kemendagri membuatkan kartu tanda penduduk (KTP) elektronik atau KTP-el untuk kaum transgender.
Dia khawatir jika rencana tersebut arahnya ke legalisasi kaum LGBT.
"Ini mengarah ke pengesahan atau legalitas bagi apa yang kaum LGBT sebut sebagai jenis kelamin non-binary," ujar Thaha dalam keterangan tertulis yang diterima Kantor Berita Politik RMOL, Senin (26/4).
Thaha juga mempertanyakan terkait apakah KTP-el untuk transgender nantinya akan dibubuhi suatu tanda yang membedakan dengan KTP-el warga negara biasa.
Pemerintah seharusnya bisa menyadari bahwa jenis kelamin yang tercantum dalam UU Kependudukan hanya dua.
Dicontohkannya kasus seorang prajurit TNI Serda Aprilia Santini Manganang yang lahir sebagai laki-laki, namun akhirnya melakukan transgender karena memiliki kelainan hipospadia yang merupakan suatu kondisi kelainan bayi letak lubang kencingnya tidak normal.
Kata Thaha, dalam kasus Serda Aprilia Santini Manganang ini pihak TNI turut membantu status kependudukannya dengan mendapatkan penetapan dari pengadilan. Sehingga, tidak hanya nama yang berubah tapi juga status jenis kelaminnya.
"Pemerintah seharusnya mendorong mereka yang mengaku transgender untuk mendapatkan penetapan peradilan tentang jenis kelamin mereka. Dengan langkah sedemikian rupa, masalah jenis kelamin para transgender akan selesai," tuturnya.
Jika ketetapan peradilan tidak didapat oleh warga yang melakukan transgender, Thaha memprediksi jenis kelaminnya menjadi ambigu, dan dipertanyakan apakah lelaki atau perempuan.
"Tidak ada jenis kelamin ketiga seperti non-binary, unspecified, dan lain-lain. Begitu pula jika merujuk UU Kependudukan. Eksplisit UU tersebut menyebut dua kelamin saja," imbuhnya.
Maka dari itu, Thaha berharap Kemendagri bisa memberikan klarifikasi kepada publik dan jajaran Kemendagri sendiri, yakni KTP bagi kalangan yang menyebut dirinya transgender sama sekali bukan legalitas dari negara terhadap jenis kelamin “ketiga” selain lelaki dan perempuan.
"Jangan sampai KTP-el (yang di dalamnya secara definitif mencantumkan jenis kelamin tertentu) dimanfaatkan sebagai alat pengesah transgendernya. Lalu mereka berpropaganda atau berkampanye bahwa menjadi transgender bukan lagi masalah di sini," tandasnya.