Yusuf Kohar mengatakan pembatalan MA terhadap keputusan KPU Kota Bandarlampung tidak lantas membatalkan keputusan diskualifikasi Bawaslu Lampung.
- Supriyadi Alfian dan Handitya Narapati SZP Gabung ke Golkar Lampung
- Cek Nama Calon Timsel Bawaslu dari Lampung, Masyarakat Bisa Beri Tanggapan Hingga Hari Ini
- Usai Susun Struktur Demokrat Lamsel, Junaidi Ajak Kader Ziarah ke Makam Radin Inten II
Baca Juga
Calon Wali Kota Bandarlampung nomor urut dua itu mengatakan Eva-Deddy tetap didiskualifikasi TSM lewat akun FB-nya, Kamis (28/1), sekitar pukul 01.00 WIB.
Alasan Wakil Wali Kota Bandarlampung itu, Mahkamah Agung (MA) hanya membatalkan keputusan KPU Kota Bandarlampung, bukan pembatalan terbukti TSM-nya paslon 03 Eva Dwiana-Dedi Amarullah.
"Keputusan MA hanya membatalkan keputusan KPU Kota Bandarlampung, tidak membatalkan keputusan Bawaslu Provinsi Lampung," tulisnya dini hari.
Dilanjutkannya, karena adanya pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) dari Eva-Deddy maka statusnya masih didiskualifikasi.
Yusuf Kohar dan Tulus Purnomo melibatkan pengacara dan saksi ahli kaliber nasional untuk menyoal dugaan pelanggaran TSM yang menguntungkan Eva-Deddy lewat penggunaan anggaran APBD dan pengerahan ASN.
Suami Eva Dwiana, Wali Kota Bandarlampung Herman HN. Beberapa kebijakannya dinilai Yusuf Kohar telah menguntungkan Eva-Deddy berupa bansos, dll.
Kepada kepada Kantor Berita RMOLLampung, Minggu (17/12), Yusuf Kohar mengatakan optimistis mampu membuktikannya lewat saksi dan sejumlah bukti.
Dia menghadirkan saksi ahli Hamdan Zoelva dan pengacara kaliber nasional Yusril Mahendra.
Menjelang Pilwalkot Kota Bandarlampung, 9 Desember lalu, katanya, ada sederet kebijakan Wali Kota Herman HN yang diduga menguntungkan istrinya sebagai cawakot 03.
Dia menguraikan beberapa kebijakan penggunaan APBD dan pengerahan ASN yang dimasudkannya. "Semua bukti tersebut dapat mengungkapkan adanya TSM," tandasnya.
Dikatakannya juga, ada yurisprudensinya, yakni Pilkada Kabupaten Nias Selatan. Bawaslu minta KPU mendiskualifikasi petahana Hilarius-Firman karena pelanggaran administratif.
Seperti halnya hasil Pilkada Nias Selatan, kata Yusuf Kohar, Pilwalkot Bandarlampung juga dari bukti-bukti yang sudah disiapkannya diduganya melanggar UU No.10 Tahun 2016.
Dalam UU tersebut, pasal 71, ayat 3, katanya, kepala daerah dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu paslon.